Zakat, Landasan Utama Ekonomi Umat
Zakat, Landasan Utama Ekonomi Umat
oleh: Prof. Dr. KH. Didin Hafidhuddin, MS
Senin 28/11, Auditorium Pascasarjana UIKA Bogor dipenuhi ratusan peserta seminar dari berbagai latar, menghadiri acara yang diadakan oleh SCIED (Student Committee for Islamic Community Economic Development) UIKA bekerja sama dengan HMJ Syaria’ah Fakultas Agama Islam UIKA. Seminar yang menghadirkan pembicara tunggal, Prof. Dr. KH. Didin Hafidhudin itu mengangkat tema tentang “Perkembangan Dunia Perzakatan di Indonesia”. Acara siang itu dihadiri oleh Rektor UIKA, Prof Ramly Hutabarat, Pembantu Dekan III FAI, Bapak Ahmad Sobari, Lc, M.Ag dan beberapa tamu dari Yayasan Ibn Khaldun.
Dalam penjelasan awalnya, Prof. Didin-demikian sapaan akrabnya- menggambarkan sedikit tentang perkembangan Ekonomi Amerika yang mulai collapse atau dalam kondisi sakaratul maut. Utang Amerika saat ini telah mencapai 13 Triliun Dolar Amerika. Dampak kepanikan ini, Amerika berupaya mencari solusi untuk mengatasi permasalahan ekonomi Negaranya, salah satu di antaranya adalah menjual senjata, dengan menciptakan konflik-konflik di berbagai Negara, tegasnya.
Terkait perkembangan ekonomi syari’ah di Eropah, Pak Kiai sempat menceritakan pejalanannya ke beberapa Negara, antara lain, Jerman, Belanda, Belgia, dan Italia beberapa bulan lalu untuk mengisi seminar terkait ekonomi syari’ah. Eropah kini mulai melirik sistem ekonomi syari’ah. Alasan utama Eropa tertarik dengan konsep ekonomi Islam itu menurut beberapa pakar di Eropa. Ekonomi syari’ah adalah humanistic economic, yang sangat manusiawi dan itu berbeda dengan konsep ekonomi kapitalis yang berkembangan di dunia saat ini. Setelah menggambarkan kondisi ekonomi global dan perkembangan ekonomi syari’ah di Amerika dan Eropa, Ketua Baznas Indonesia itu mulai menguraikan pilar-pilar utama ekonomi syariah. Menurut Beliau, terdapat tiga pilar utama ekonomi syariah, dan ketiga pilar itu saling mendukung satu sama yang lain, tegasnya.
Pertama, Sektor Riil atau sektor perdagangan. Menurut beliau, sektor riil merupakan sektor yang perlu mendapat perhatian besar. Di Indonesia, sektor riil hanya mencapai sekitar 30% sedangkan sektor keuangan mencapai sekitar 70%. Hal ini menyebabkan, perdagangan di Negara kita menjadi lemah, karena uang banyak disimpan di Bank. Jika, kita ingin ekonomi kita maju, sektor riil tersebut harus diberdayakan, dengan kata lain, kalau mau jadi kaya harus jadi pedagang, bukan jadi Pejabat. Pedagang kaya wajar, tapi kalau pejabat yang kaya patut dicurigai, ucapnya sehingga membuat suasana seminar menjadi ramai. Beliau juga menjelaskan keutamaan dalam memberdayakan sektor riil pada masa Rasulullah. Di dalam kitab Al Amwal, dijelaskan bahwa 9 dari 10 orang sahabat berprofesi sebagai pedagang. Kondisi ini berbanding terbalik dengan Indonesia yang mayoritas Muslim, 10 orang terkaya di Indonesia, yang beragama Islam hanya empat orang. Berbeda dengan Turki, Negara yang terkenal sekular itu, ternyata memiliki sistem ekonomi syariah yang kuat, ada tiga alasan pokok yang mendasarinya, yaitu, perdagangan yang didominasi oleh orang Islam, infaq dijadikan life style atau gaya hidup yang ditanamkan kepada anak-anak mereka sejak usia dini dan kekuatan shalat Subuh berjamaah yang telah menjadi kebutuhan, urainya. Oleh karena itu, untuk memberdayakan sektor riil atau sektor perdagangan tersebut, Baznas sedang melakukan program kaderisasi pedagang kecil.
Kedua, sektor Lembaga Keuangan Syari’ah. Beliau menjelaskan, bahwa perkembangan keuangan syari’ah di Indonesia sekitar 30% per tahun. minimnya SDM di lembaga syari’ah menjadi salah satu penghambat berkembangnya keuangan syari’ah di Indonesia. Dan, menurut data dari Bank Indonesia, lembaga itu masih membutuhkan 15 ribu SDM di Lembaga Keuangan Syari’ah. Beliau menambahkan, bahwa saat ini, beberapa Negara non-Muslim di Asia sedang gencar-gencarnya mengembangkan keuangan syari’ah. Beiau menuturkan, pernah menerima 18 utusan dari Jepang untuk studi banding mengenai Asuransi Syari’ah, betapa herannya beliau ketika mengetahui bahwa ke 18 orang itu tidak ada yang Muslim, meskipun saat ini sudah ada empat orang dari delapan belas itu telah memeluk Islam. Di Singapura (Negara boneka Yahudi itu) ingin menjadikan negaranya sebagai Host syari’ah. Ketika Prof Didin menanyakan alasan utama keinginan itu kepada Menteri Keuangannya, dia menjawab. Di masa mendatang, ekonomi syariah akan maju. Oleh karena itu pesan Prof Didin kepada peserta seminar, jangan minder atau malu mempelajari dan mengembangkan keuangan syariah, jelas Ketua Baznas yang sudah menjabat selama sepuluh tahun itu.
Dan, sektor ketiga menurut Beliau adalah Sektor ZISQAH (Zakat, Infaq dan Shadaqah). Dalam penjelasannya, Prof Didin mengutip ayat Qur’an Surat Ar Rum ayat 39, “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).”
Beliau menegaskan bahwa ayat tersebut menggambarkan komparasi antara Riba dan Zakat. Sistem ekonomi ribawi akan selalu mendatangkan masalah, namun ekonomi syariah akan mendatangkan keuntungan yang berlipat ganda. Di Indonesia, potensi zakat dapat mencapai 200 Triliun per tahun, jika dikelolah dengan sebaik-baiknya. Dan, pencapain nilai zakat kita masih kalah dibanding negara Arab Saudi yang nilai zakatnya mencapai 1000 Triliun per tahun.
Pada seminar itu juga, Prof. Didin Hafidhudin merilis beberapa wujud nyata dari Baznas yang telah dipimpinnya semenjak tahun 2001, di antaranya, Baznas telah membangun Rumah Sehat di beberapa kota Besar dengan fasilitas memadai untuk kaum Dhua’fa, Baznas juga sudah membangun beberapa sekolah gratis di kota besar dan di tahun 2012 nanti, Baznas menargetkan untuk pembangunan Rumah Sehat dan Sekolah Gratis di seluruh Propinsi di Indonesia, selain itu, Baznas telah membantu para mahasiswa, berupa pemberian beasiswa kepada Mahasiswa UIKA, UMS Solo, Mahasiswa STAIN dan IAIN di seluruh Inndonesia dan bantuan beasiswa pun diberikan kepada 12 Perguruan Tinggi Negeri, Baznas juga telah mampu memberi pinjaman dan membimbing para Mustahiq (penerima Zakat) sehingga beberapa di antara mereka mampu menjadi Muzakki (pemberi Zakat), hal inilah yang menjadi prestasi besar Indonesia di mata IDB (Islamic Development Bank), sehingga menjadikan program Baznas sebagai salah satu metode yang diterapkan di beberapa Negara di Afrika.
Menurut Prof Didin, selain hasil nyata atau riil yang dicapainya, Baznas juga memiliki beberapa target ke depan, antara lain, Baznas berupaya menjadikan kewajiban zakat sebagaimana kewajiban pajak, sehingga setiap kali berpajak sekaligus berzakat, tapi dengan sistem pengelolaan tersendiri, jelasnya., selain itu, Baznas ingin aturan pembayaran zakat disetarakan dengan pajak, jadi, jika lembaga perpajakan ada NPWP (Nomor Pembayar Wajib Pajak), maka para Muzakki akan memiliki NPWZ (Nomor Pembayar Wajib Zakat) dan target terakhir adalah Baznas ingin mendirikan Baitul Mal, sehingga permasalahan umat dapat diatasi. disela-sela, seminar, Prof Didin memberitahukan kepada peserta seminar, bahwa Baznas terpilih sebagai lembaga keuangan yang paling transparan di Indonesia. pernyataan itu mendapat apllause dari peserta seminar.
Di akhir pembicaraan yang kurang lebih dua jam itu, Prof Didin Hafidhudin menyimpulkan, bahwa ada empat langkah untuk mengembangkan perekonomian syariah di Indonesia, yaitu, Sosialisasi edukasi, memperkuat lembaga atau Amil secara kredibel, adanya pemberdayaan yang kuat dan bekerja sama dengan pihak lain.
Sumber: Catatan dari Rushdie Kasman(Aktivis PIMPIN)